HyeSoosSong

24 Mei 2012



Bulu tangkis Indonesia terpuruk setelah tim piala Thomas ditumbangkan Jepang pada perempat final di Wuhan, China. Padahal sejak tahun 1958, Indonesia tidak pernah gagal masuk final. Indonesia juara 13 kali dan runner up lima kali.

Dulu pemenang piala Thomas dan Uber Cup diarak keliling kota bak pahlawan. Indonesia memang pernah dianggap rajanya bulu tangkis. Hanya dua olahraga yang mendapat tempat di hati rakyat dan dimainkan hingga pelosok kampung. Badminton dan sepak bola. Sayangnya timnas sepak bola Indonesia juga tidak punya prestasi membanggakan.

Dulu Presiden Soekarno punya mimpi besar soal pembangunan olahraga. Tahun 1950an, Soekarno bermimpi membuat stadion olahraga terbesar di dunia. Gagasan itu dia sampaikan pada pihak Uni Soviet yang saat itu menjadi sekutu utama Indonesia. Hubungan kedua negara ini memang sedang mesra-mesranya. Enteng saja Soviet meminjami uang sekitar USD 12,5 juta untuk pembangunan stadion olahraga raksasa tahun 1958.

Pembangunan Gelora Soekarno ini dilakukan untuk menyambut Asian Games ke IV yang akan digelar tahun 1962. Saat itu Indonesia dipercaya sebagai tuan rumah.

Tanggal 8 Februari 1960, Presiden Soekarno menancapkan tiang pancang Stadion Utama sebagai pencanangan pembangunan kompleks Asian Games IV disaksikan wakil perdana menteri Uni Soviet, Anastas Mikoyan.

Secara bertahap, pembangunan komplek olahraga ini berhasil diselesaikan. Fasilitasnya antara lain Stadion Renang berkapasitas 8.000 penonton, Stadion Tenis berkapasitas 5.200 penonton, serta Hall Basket berkapasitas 3.500 penonton.

Tanggal 21 Mei 1962, Istana Olahraga berkapasitas 10.000 penonton selesai dibangun dan untuk pertama kalinya digunakan untuk penyelenggaraan kejuaraan dunia bulu tangkis beregu putra memperebutkan Piala Thomas. Indonesia menjadi juara setelah mengalahkan Bosnia dan Herzegovina.

Puncaknya pada 21 Juli 1962, Stadion Utama berkapasitas 100.000 penonton selesai dibangun. Ciri khas bangunan ini adalah atap temu gelang berbentuk oval.

Sumbu panjang bangunan (utara-selatan) sepanjang 354 meter; sumbu pendek (timur-barat) sepanjang 325 meter. Stadion ini dikelilingi oleh jalan lngkar luar sepanjang 920 meter. Bagian dalam terdapat lapangan sepak bola berukuran 105 x 70 meter, berikut lintasan berbentuk elips, dengan sumbu panjang 176,1 meter dan sumbu pendek 124,2 meter.

Setelah Asian Games tahun 1962, tahun berikutnya Indonesia menjadi tuan rumah Ganefo atau Games of The New Emerging Forces. Ganefo digelar 10-22 November 1963 dan diikuti oleh 2.200 atlet dari 48 negara Asia, Afrika dan Amerika Latin. Negara-negara barat yang dianggap imperialis tidak diundang. Ganefo memang menjadi langkah politik Soekarno untuk menentang olimpiade yang dinilai terlalu dikuasai negara-negara barat. Hal ini mendapat kecaman dari komite olimpiade.

Motto Ganefo adalah Onward! No Retreat, atau maju terus pantang mundur! Saat Ganefo, lima rekor dunia dipecahkan atlet RRC dan Korea Utara di lapangan atletik, panahan dan angkat besi. RRC menjadi juara umum disusul peringkat kedua Korea Utara, ketiga Jepang. Indonesia duduk di tempat keempat.

Setelah itu, hampir tidak ada kegiatan olahraga berskala internasional di Gelora Soekarno. Tanggal 23 Mei 1965, Gelora Bung Karno memerah oleh pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI menggelar rapat akbar di sana. Saat itu PKI memang salah satu partai terbesar di Indonesia dengan simpatisan hampir tiga juta.

Tidak lama kemudian meletus Gerakan 30 September. Akibat kekecauan ini, Pekan Olahraga Nasional (PON) yang rencananya akan digelar di Jakarta, dibatalkan.

Soekarno dilengserkan. Nama Gelora Soekarno sempat diganti dengan Gelora Senayan oleh orde baru. Belakangan tahun 2001, Presiden Gus Dur mengembalikan nama Gelora Bung Karno. (Dari berbagi sumber)

Source : Merdeka

0 komentar:

Copyright © 2012 HyeSoosSong | Another Theme | Designed by Johanes DJ