HyeSoosSong

21 April 2012

Warga melintas di depan mural ilustrasi Garuda melawan tikus-tikus korupor yang terlukis di dinding di kawasan Rawamangun, Jakarta, Sabtu (10/3/2012).

JAKARTA-- Pemilihan kepala daerah yang menelan biaya tinggi membuat banyak kepala daerah yang terjerat utang budi kepada mafia pilkada atau investor. Akibatnya, ketika terpilih sebagai pejabat, politisi itu harus mengembalikan bantuan modal dengan cara korupsi.

"Untuk mengatasinya, perlu juga aturan tegas untuk mempersempit gerak dan memberantas mafia pilkada (pemilihan kepala daerah)," kata Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) Bima Arya Sugiarto, Jumat (20/4/2012) di Jakarta. "Kita harus memberi batasan dan sangsi tegas soal pendanaan pilkada agar calon tidak berhutang budi kepada mafia pilkada," katanya.

Bima menilai, korupsi yang melibatkan kepala daerah masih terus berlangsung, antara lain karena lemahnya penegakan hukum dan kurangnya hukuman yang memberikan efek jera. Karena itu, penting sekali untuk lebih menegakkan hukum dan memberikan hukuman lebih berat terhadap koruptor.

Masalah lain, untuk memenangkan pilkada, dibutuhkan biaya tinggi. Untuk memangkasnya, partai politik harus memperbaiki proses kaderisasi sehingga bisa mencalonkan kader bernilai jual tinggi tanpa perlu biaya besar untuk sosialisasi.

"Partai politik perlu memperbaiki proses kaderisasi, sehingga bisa mengajukan kader bernilai jual tinggi, tanpa perlu biaya besar untuk sosialisasi," katanya.

Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, ada 173 kepala daerah selama periode 2004-2012 yang menjalani pemeriksaan dengan status sebagai saksi, tersangka, dan terdakwa kasus korupsi. Sebanyak 70 persen dari jumlah itu sudah mendapat vonis berkekuatan hukum tetap dan menjadi terpidana.

Source : Kompas.com

0 komentar:

Copyright © 2012 HyeSoosSong | Another Theme | Designed by Johanes DJ