JAKARTA- Kasus epilepsi berprevalensi 8,2 tiap 1.000 penduduk dan angka insidensi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 220 juta, diperkirakan jumlah pasien epilepsi mencapai 1,8 juta.
"Namun, data pastinya tidak ada. Di Yayasan Epilepsi Indonesia hanya 200 anggota," ucap Ketua Yayasan Epilepsi Indonesia, dr Irawati Hawari SpS, Kamis (15/12/11) di Jakarta.
Yayasan Epilepsi Indonesia mengadakan pertemuan sesama penderita epilepsi dengan dokter dan pemerhatinya setiap tiga bulan sekali. Namun, dalam setiap pertemuan hanya diikuti 50 orang saja. Ini karena anggotanya sebagaian besar adalah kelompok masyarakat tidak mampu yang terkendala biaya transpor. Padahal, dalam pertemuan itu pasien bisa mendapatkan/membeli obat-obatan epilepsi yang meski murah, sulit didapatkan di apotek-apotek biasa.
Epilepsi atau ayan tidak hanya berupa reaksi tubuh kelojotan atau kejang-kejang disertai keluar air liur. Penyakit epilepsi juga bisa bermanifestasi dalam bentuk bengong. Orang yang bengong namun tidak sadar meski telah ditepuk atau dipanggil namanya, menunjukkan gejala epilepsi.
Hal ini bisa menurunkan prestasi belajar pada anak atau konsentrasi kerja bagi pekerja. Sayangnya, hingga kini belum diketahui pasti berapa jumlah penderita epilepsi maupun sebarannya di Indonesia. Yayasan Epilepsi Indonesia berupaya menjaring data itu dengan membuat survei yang bisa diakses di http://www.ina-epsy.org. Namun sayangnya, sejak beberapa waktu diluncurkan, peserta survei masih puluhan orang.
Ia mengatakan, survei ini akan sangat membantu dalam memberi masukan kepada pemerintah atau pun menjadi bahan dalam pemberian pertolongan/perawatan bagi pasien.
Via : Kompas
Artikel ini dipersembahkan oleh :
0 komentar: